Independen News

Puncak Terdzolimi Lagi: KLH Bongkar Paksa Usaha Warga, Pemkab Bogor Dinilai Abai


‎PUNCAK Kab Bogor, Varia Independen
Gejolak kembali menghangat di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Sejumlah tempat usaha milik warga lokal dibongkar paksa oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), meski bangunan tersebut berdiri di atas lahan milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 (PTPN I Reg 2) melalui skema kerja sama operasional (KSO) yang sah.
‎Warga lokal, yang merasa telah menjalankan usaha secara legal, justru menjadi korban konflik antarinstansi pemerintah. Mereka menyayangkan sikap sepihak yang justru menghancurkan sektor ekonomi rakyat kecil.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembongkaran tidak dilakukan secara menyeluruh. Banyak pelaku usaha hanya mampu membongkar sebagian bangunan, karena terbatasnya biaya, usia, tenaga kerja, serta kendala teknis lainnya.
‎Beberapa lokasi yang terdampak berada di wilayah Desa Citeko dan Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua. Warga di wilayah tersebut telah berusaha kooperatif dengan pihak pemerintah, namun merasa tidak mendapatkan keadilan dalam perlakuan.
‎“Mereka bukan pengusaha nakal. Mereka sudah punya dasar hukum lewat kerja sama dengan PTPN. Tapi karena takut dituduh melawan negara, mereka bongkar sendiri sebagian bangunannya. Hanya saja tidak semua bisa, karena keterbatasan,” kata Dede Rahmat, Sekretaris dan Juru Bicara Karukunan Wargi Puncak (KWP).
Menariknya, salah satu pelaksana KSO yang terdampak saat ini sedang aktif mendukung program Presiden Republik Indonesia di bidang ketahanan pangan. Usaha mereka di sektor pertanian, peternakan, dan pangan berbasis masyarakat dianggap strategis bagi ketahanan nasional.
‎Namun kini, eksistensinya justru terganggu oleh kebijakan sepihak yang tidak berpihak pada keberlangsungan ekonomi rakyat.
‎“Mereka ini bukan cuma urus warung atau tempat wisata. Ada yang sedang menjalankan program pangan nasional. Tapi malah ditekan seolah ilegal,” lanjut Dede.
‎Menurutnya, apabila pemerintah menginginkan penataan yang baik dan berkelanjutan, warga siap diajak kerja sama.
‎“Kalau pemerintah ingin membina, kami siap. Bahkan kami ingin jadi contoh usaha yang tidak hanya legal, tapi juga menjaga lingkungan,” tegasnya.
‎Sikap Kementerian Lingkungan Hidup yang dinilai tebang pilih juga disorot tajam oleh Ketua Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muksin. Ia mempertanyakan keberanian pemerintah dalam menindak bangunan-bangunan besar yang diduga tak berizin.
‎“Villa-villa mewah dan bangunan besar yang kuasai lahan ratusan hektare dibiarkan berdiri. Tapi warung dan kios rakyat malah dibongkar duluan,” kritik Muksin.
Kritik juga dilayangkan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor yang dinilai tidak hadir dalam persoalan ini.
‎“Pejabat daerah sibuk acara-acara seremonial, tapi tak melihat rakyatnya yang sedang kehilangan mata pencaharian,” ujar Muksin.
‎Situasi ekonomi warga Puncak disebut makin terpuruk. Pembatasan wisata, lemahnya dukungan daerah, dan penertiban sepihak membuat perputaran ekonomi nyaris berhenti.
‎“Hotel kosong, wisata mati, uang tak berputar. Sekarang usaha warga dibongkar. Lalu, apa yang tersisa?” keluh Dede.
‎KWP dan AMBS mendesak evaluasi total atas kebijakan penertiban di Puncak.
‎“Kami dukung konservasi, tapi harus adil. Negara jangan hanya tegas ke bawah. Kalau tidak hati-hati, ini bisa memicu konflik horizontal,” pungkas Muksin.
Kontributor : Joe Salim


Type and hit Enter to search

Close