SETARA Institute menilai langkah pengembalian status militer aktif Letjen Novi Helmy, setelah sempat menduduki jabatan Direktur Utama Bulog, menjadi bukti semakin jelasnya regresi atau kemunduran reformasi TNI di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Pengembalian status ini tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025, dan dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya terkait larangan prajurit aktif menempati jabatan sipil tertentu.
"Ini tidak hanya melanggar aturan penempatan jabatan sipil, tetapi juga bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola institusi dan memicu kebingungan publik," tegas Peneliti SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, dalam keterangannya, Sabtu (5/7).
Sebelumnya, penempatan Letjen Novi Helmy sebagai Dirut Bulog menuai kritik karena posisi tersebut bukan termasuk jabatan sipil yang diperbolehkan untuk prajurit aktif. Saat itu, TNI menyatakan Letjen Novi tengah dalam proses pengunduran diri dari dinas militer.
Namun, belakangan justru muncul penjelasan berbeda dari pihak TNI. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI menyebut penempatan Letjen Novi Helmy di Bulog merupakan bagian dari penugasan resmi TNI sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintah.
SETARA Institute menilai penjelasan tersebut keliru dan bertentangan dengan semangat reformasi TNI. "Jika mengacu ke UU TNI, seharusnya Letjen Novi Helmy pensiun dari dinas militer sebelum menjabat di Bulog. Setelah pensiun, dia menjadi warga sipil, sehingga tidak ada lagi kaitan komando militer," papar Ikhsan.
Selain itu, SETARA juga mengingatkan bahwa pengembalian status militer aktif setelah menduduki jabatan sipil berpotensi mengganggu regenerasi di tubuh TNI serta menciptakan ambiguitas status yang bisa melemahkan ketegasan institusi militer.
Peneliti SETARA lainnya, Merisa Dwi Juanita, menambahkan, penjelasan soal kebutuhan organisasi dan pembinaan personel yang digunakan untuk membenarkan pengembalian status Letjen Novi Helmy justru menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap praktik penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Pasal 11 UU TNI sendiri mengamanatkan bahwa postur TNI dibangun untuk mengatasi ancaman militer dan bersenjata, bukan untuk mengisi jabatan sipil yang tidak berkaitan langsung dengan pertahanan.
"Jika tidak dievaluasi, situasi ini bisa semakin memperpanjang kemunduran reformasi TNI dan melemahkan kepatuhan terhadap UU TNI. Presiden dan Panglima TNI harus turun tangan untuk memastikan prinsip reformasi TNI tetap tegak," pungkas Merisa.
Ist
Social Footer