CIBINONG,Varia Independen– Sidang perdana gugatan perdata antara penggarap lahan Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, melawan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 Regional 2, anak perusahaan BUMN, digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Selasa (12/8/2025). Sayangnya, sidang ini diwarnai ketidakhadiran pihak tergugat, PTPN 1 Reg 2.
Ketidakhadiran ini memicu kekecewaan warga yang menilai PTPN menggunakan strategi lama: mangkir dari panggilan hukum, mengulur persidangan, dan membangun narasi playing victim seolah perusahaan adalah pihak yang dirugikan.
Gugatan diajukan oleh Gino Herdianto, penggarap yang membeli lahan dari penggarap sebelumnya, Ujang Surya, pada tahun 2024 dengan ganti rugi ratusan juta rupiah. Gino mengklaim lahan tersebut telah digarap warga secara turun-temurun sejak 1994.
Namun, belum lama lahan berpindah tangan, pagar yang dibangun Gino dirusak oleh PTPN yang mengklaim area tersebut masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) No. 299 dan 297. "Saya dirugikan karena pagar dirusak, lalu tiba-tiba ada klaim masuk HGU PTPN," ujar Gino.
Kuasa hukum Gino, Endin Yusuf, SH, mempertanyakan keabsahan HGU tersebut, mengingat sejak 1994 tidak pernah ada kegiatan perkebunan, peternakan, atau perikanan oleh PTPN di lahan tersebut. Ia juga menyoroti proses perpanjangan HGU oleh BPN Cibinong yang dinilai dilakukan tanpa survei lapangan.
Bagi penggarap seperti Rebing (54), sengketa ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal keberlangsungan hidup. "Saya cuma nanam sayur puluhan tahun di lahan itu. Kalau disuruh pergi, mau ke mana?" keluhnya.
Kepala Desa Citeko, H. Sahrudin, membenarkan bahwa warga telah menggarap lahan itu puluhan tahun tanpa gangguan berarti, hingga klaim PTPN muncul kembali.
Tim kuasa hukum penggugat, yang terdiri dari Endin Yusuf SH, Genu Waruwu SH, dan Sutan Syahrudin SH, menilai ketidakhadiran PTPN di sidang perdana adalah bukti arogansi perusahaan. Mereka menuduh PTPN kerap membangun citra sebagai pihak yang terzalimi, padahal warga kecil yang menjadi korban.
"Ketidakhadiran ini jelas pelecehan terhadap panggilan pengadilan. Mereka selalu ingin tampil seolah pihak yang terzalimi, padahal rakyat kecil yang ditekan. Ini arogansi yang mencoreng nama BUMN," tegas Genu.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 21 Agustus 2025. Warga berharap majelis hakim bersikap tegas agar semua pihak, termasuk BUMN, tunduk pada hukum yang sama. Mereka berharap strategi mangkir dan playing victim tidak lagi dijadikan senjata dalam konflik agraria.
Joe salim
Social Footer