Independen News

‎Puncak dalam Kepungan Kebijakan: Ribuan Warga Puncak Terancam PHK, Situasi ini Tanggung Jawab Siapa? ‎‎

‎Cisarua,VariaIndependen– Suasana pagi di lereng Puncak biasanya diiringi aroma kopi hangat dan hiruk pikuk pedagang yang bersiap menyambut wisatawan. Namun, kini yang terdengar hanyalah bisikan kecemasan. Di antara kabut tipis, warga berbisik penuh tanya: “Bagaimana nasib kita besok?”
‎Langkah tegas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menghentikan operasional 33 mitra Kerja Sama Operasional (KSO) bersama PTPN Gunung Mas menjadi pemicu badai ekonomi di kawasan ini. Ultimatum pembongkaran unit usaha datang tiba-tiba, seperti petir di siang bolong. Tidak ada musyawarah yang mengakomodasi suara rakyat kecil, hanya sebuah keputusan yang berdampak pada ribuan perut yang bergantung pada denyut nadi Puncak.
‎Joe Salim, perwakilan Karukunan Warga Puncak (KWP) sekaligus Ketua Tani Merdeka Indonesia Kecamatan Cisarua, tak bisa menyembunyikan rasa prihatin. Sebagai aktivis lingkungan dan sosial, ia memahami pentingnya menjaga keseimbangan alam. Namun, ia juga melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kebijakan yang tidak melalui kajian sosial yang matang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
‎“Kami tidak menolak perbaikan lingkungan. Tapi jangan sampai demi menegakkan aturan, ribuan orang harus kehilangan pekerjaan, anak-anak putus sekolah, dan keluarga terjerumus dalam kemiskinan. Lingkungan itu harus lestari, tapi rakyat juga harus lestari hidupnya,” ucap Joe.Minggu (10/8). 
‎Efek domino dari kebijakan ini terasa luas. Pedagang kaki lima yang menggantungkan hidup pada wisatawan kini kehilangan pembeli. Pengemudi angkot dan ojek wisata mengeluh penumpang berkurang drastis. Pemilik warung makan mulai menutup lebih awal karena meja-meja mereka kosong.
‎Seorang perwakilan KSO yang enggan disebut namanya mengungkap kekecewaannya terhadap PTPN.
‎“Kami ini mitra resmi negara, membayar pajak, mematuhi aturan. Tapi saat badai datang, kami dibiarkan sendirian. PTPN seharusnya berdiri di depan melindungi mitranya, bukan hanya diam dan menunggu perintah dari atas,” ujarnya getir.
‎Kebijakan ini bukan satu-satunya pukulan. Sebelumnya, kebijakan Gubernur yang melarang study tour demi efisiensi anggaran daerah sudah lebih dulu memotong aliran wisatawan sekolah, salah satu segmen terbesar pengunjung Puncak. Kini, ditambah lagi ancaman penutupan usaha, situasi menjadi pukulan ganda yang mematikan.
‎Warga berharap pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pariwisata dan Kementerian Tenaga Kerja, segera turun tangan. Mereka ingin ada solusi win-win yang tidak hanya melestarikan lingkungan, tetapi juga menjaga kelangsungan hidup masyarakat.
‎“Kami tidak melawan hukum, kami tidak ingin melawan pemerintah. Kami hanya ingin diajak bicara, didengar, dan diberi kesempatan bertahan hidup di tanah kami sendiri,” tutup Joe.
‎Di tengah kabut Puncak yang semakin tebal, harapan itu masih menggantung. Warga menanti bukan hanya matahari yang menembus kabut, tetapi juga kepedulian dari mereka yang memegang kendali nasib rakyat.

Red/ist

Type and hit Enter to search

Close